Senin, 04 Februari 2013

Penyesalan Diri

Wahai diri....
jika Tuhanku bertanya padaku..
tidakkah kau malu bermaksiat pada-Ku..?
kau sembunyikan dosamu dari makhluk-Ku..
dan datang pada-Ku dengan penuh dosa..
tidakkah kau malu bermaksiat pada-Ku..?
maka bagaimana aku menjawabnya..
Duhai diriku yang malang....

wahai diri....
siapalah kiranya yang dapat menyelamatkanku..
sementara aku terus menyogok jiwaku dengan impian dan harapan..
dari masa ke masa..
sungguh, aku melupukan apa yang akan dihadapi setelah mati..
dan apa yang akan  berlaku setelah aku dikafankan..
setelah ku lebur dalam kesunyian sendiri seorang diri..
seolah-olah aku ini telah dijamin untuk hidup selama-lamanya..
seakan maut tak akan menemuiku...

wahai diri....
jikalau datang padaku sakaratul maut yang menyiksa dan mnyakitkan..
siapakah yang mampu melindungiku..?
ku lihat pada setiap wajah..
adakah dari mereka yang bisa menebusku....

duhai diriku yang menyedihkan....
sungguh, aku akan ditanyai..
tentang apa yang telah kulakukan didunia..
sementara tak ada upayaku untuk menyelamatkan diri ini..
maka bagaimana aku menjawabnya..
setelah aku mengabaikan urusan agamaku..

celakalah aku....
jikalau aku tak kembali, duhai diriku..
padahal aku telah mendengar ayat-ayat Allah yang menyeruku..
padahal aku telah membaca tentang apa yang telah diberitakan dalam surah Qaaf dan Yasiin..
padahal aku telah mengetahui tentang hari dikumpulkannya manusia..
namun aku lalai....
aku lalai dari maut yang akan segera menjemputku..

Jundullah

"Orang-orang yang beriman amat besar cintanya kepada Allah"
Wahai zaujati..
Engkaulah bidadari duniaku
Engkaulah anugrah terindahku
Namun ku kan pergi darimu
Bukan ku tak sayang padamu
Namun inilah jalanku dan jalan nahnu
Jalannya orang yang dirundung rindu
Mujahid, itulah kami..
Syahid, itulah cita-cita kami..
Wahai zaujati..
Walau air matamu membasahi pipi
Sungguh kau tak mampu mencegah rindu yang menghendaki
Bukan ku tak sayang padamu
Namun cintaku padamu tak mampu mengalahkan cintaku pada-Nya
Wahai zaujati..
Jika dikau melihat saudara-saudaraku
Tergopoh-gopoh berebut mencari nikmat dunia
Maka kami..
Saksikanlah kami yang berlomba-lomba
Mencari kenikmatan yang abadi
Saksikanlah.. inilah jalan kami
Jihad fi sabilillah..
hidup mulia atau mati syahid

Kamis, 31 Januari 2013

Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad



Hadits Mutawatir
Al Mutawatir ialah: Hadits yang diriwayatkan oleh sekumpulan orang yang mustahil mereka sepakat berdusta menurut adat dan mereka menyandarkannya kepada sesuatu yang nyata.Al Mutawatir terbagi dua:
  1. Mutawatir lafadz dan makna.
  2. Mutawatir makna
Mutawatir lafadz dan makna ialah hadits yang diriwayatkan oleh para rawi yang sama, baik lafadz atau maknanya.
Mutawatir makna ialah hadits yang telah diriwayatkan oleh para perawi yang sama secara makna saja dan tiap-tiap hadits mempunyai makna khusus.
Faidah hadits mutawatir terbagi dua yaitu:
  1. Ilmu artinya sudah dipastikan benar penasabannya kepada orang yang menukil darinya.
  2. ‘Amal artinya mengamalkan dari apa-apa yang terdapat didalamnya dengan membenarkan apabila ia berbentuk khabar (berita) dan merealisasikan apabila ia berbentuk tuntunan.
Hadits Ahad
Hadits Ahad ialah lawan dari hadits mutawatir. Yaitu hadits yang sanadnya tidak mencapai derajat mutawatir.
Hadits Ahad terbagi 3 menurut jalan periwayatannya:
  1. Hadits Masyhur : Hadits yang memiliki jalan-jalan periwayatan yang terbatas, lebih dari dua jalan, dan tidak mencapai derajat mutawatir.
  2. Hadits Aziz : hadits yang diriwayatkan hanya oleh dua orang perawi saja.
  3. Hadits Gharib : Hadits yang diriwayatkan sendirian oleh se-orang rawi dalam salah satu periode rangkaian sanadnya.


Sifat-Sifat Fuqaha

"Saat bicara, mereka berbicara dengan kekuatan ilmu. saat diam, mereka diam dengan tenang, saat memberi penjelasan, penjelasannya bisa dipahami. saat banyak orang mendekat, mereka senang untuk bisa berbagi manfaat. Mereka menyampaikan ilmu yang dimliki untuk banyak orang dengan bahasa fasih, penjelasan yang tepat, hati tulus  untuk memberi nasehat, tidak terburu-buru memberi penilaian terhadap orang yang tidak tahu, tidak membalas kesalahan orang dengan kesalahan serupa,  memaafkan orang yang berlaku lalim, berbagi dengan orang yang tidak pernah memberi, memperlakukan orang yang berbuat keburukan dengan kebaikan, memaafkan siapapun yang memusuhi, tidak mengharapkan upah apapun atas setiap tindakan yang mereka lakukan untuk sesama, tidak mengharapkan pujian dan sanjungan, beramal dengan keikhlasan untuk Allah dan mengharapkan Ridha-Nya dari semua amal perbuatan  yang dilakukan."

(dikutip dari Al-Junaid Al-Baghdadi, Rasa'il Al-Junaid, hlm. 21 disunting oleh DR. Ali Husain Abdul Qadir, 1966, Mesir) .

Rabu, 30 Januari 2013

Pembagian Khabar



Pembagian khabar ditinjau kepada orang yang disandarkan.
Khabar (hadits)terbagi 3 bila ditinjau kepada orang yang disandarkan :
Marfu ialah: Hadits yang disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terbagi menjadi 2: Marfu sharih dan Marfu hukum.
Marfu sharih ialah: Hadits yang disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung baik perkataan atau perbuatan atau taqrir atau sifat atau khuluqnya penciptaannya (akhlaknya).
Contoh perkataan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang berbuat amalan yang tidak ada dasar perintahnya dari kami maka ia tertolak”.
Contoh perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa apabila masuk rumahnya ia mulai dengan bersiwak (gosok gigi)”.
Contoh penetapan (taqrir) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Taqrir beliau terhadap jawaban seorang budak perempuan ketika beliau bertanya dimana Allah? dia menjawab: Di langit. Lalu Rasulallah mentaqrirkan terhadap yang demikian. Dan yang termasuk ini juga seluruh perkataan atau perbuatan sahabat yang Rasulallah ketahui tapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diam terhadapnya (tidak mengingkari) maka hukumnya marfu sharih dan termasuk taqrir.
Contoh sifat akhlaknya.
Adalah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling dermawan diantara manusia dan yang paling berani diantara manusia. Apa-apa yang beliau diminta beliau tidak pernah katakan jangan/tidak boleh dan beliau selalu berseri-seri, lembut perawakannya luwes dalam perkara jika ada dua pilihan melainkan beliau memiliki yang paling mudah kecuali kalau dosa maka beliaulah orang yang paling menjauhinya dibandingyang lain.

Contoh sifat dirinya:
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang tidak tinggi dan tidak pendek (sedang) rambutnya sepundak, lebat menutupi dua telinganya, janggutnya rapih dan sedikit beruban.
Marfu hukum ialah: Sesuatu yang dihukumi marfu kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diantaranya adalah:
  1. Perkataan shahabat apabila tidak bersumber dari pendapatnya (ra’yu) dan bukan tafsiran dan tidak dikenal sebagai orang yang mengambil cerita isra’iliyat.
    Contoh : Perkatan shahabat seperti khabar tentang tanda-tanda kiamat atau keadaan hari kiamat atau hari pembalasan(ini namanya marfu’ hukum).
    Jika bersumber dari pendapatnya (ra’yu) maka dinamakan mauquf. Dan jika berbentuk tafsir maka hukumnya sama dan tafsirnya dinamakan tafsir mauquf. Dan jika orangnya terkenal dengan seorang yang mengambil cerita isra’iliyat maka hukumnya tarraddud (saling bertolak belakang) antara khabar isra’iliyat atau hadits marfu’, maka tidak boleh diyakini sebagai hadits karena masih diragukan. Seperti Abadalah (orang yang namanya berawalan Abdul) seperti Abdullah bin Umar bin Khattab dan Abdullah bin Amru bin Al Ash, mereka adalah orang yang mengambil cerita-cerita isra’iliyat dari Ka’ab dan lainnya.
  2. Perbuatan shahabat apabila tidak bersumber dari pendapatnya, seperti shalat khusuf yang dilakukan Ali dengan ruku’ melebihi dari dua dalam satu raka’at.
  3. Sahabat menyandarkan sesuatu kepada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak disebutkan bahwasanya ia tahu hal itu seperti perkataan Asma’ binti Abu Bakar:
“Kami pernah menyembelih seekor kuda pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah lalu kami memakannya”.
  1. Shahabat berkata tentang sesuatu bahwasanya itu termasuk Sunnah seperti perkataan Ibnu mas’ud
“Termasuk sunnah tasyahhud dipelankan, maksudnya dalam shalat” .
Jika tabi’in yang berkata maka bisa marfu’ bisa mauquf, seperti perkataan Ubaidillah bin Abdullah bin Atabah bin Mas’ud.
“Yang sunnah,Imam berkhutbah pada hari ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha dua kali yang ia selingi dengan duduk”.
  1. Perkataan shahabat,
    seperti:
    “kami diperitahkan atau kami dilarang atau manusia diperintahkan atau yang semisalnya”
    seperti perkataan Ummu ‘Athiyah:
    “Kami diperintahkan agar kami mengajak keluar para perawan pada waktu shalat iedul fitri dan iedul adha”.
    Dan perkataannya:
    Kami dilarang (para wanita) mengiringi jenazah tetapi tidak dikeraskan larangannya terhadap kami.
    Dan perkataan Ibnu Abbas:
    Manusia diperintahkan agar mengakhiri waktu haji mereka di ka’bah.
    Dan perkatan Anas:
    Kami diberikan batas waktu mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan bulu kemaluan tidak lebih dari 40 malam.
  2. Shahabat menghukumi terhadap sesuatu bahwasanya itu maksiat seperti perkataan Abu Hurairah tentang orang yang keluar masjid setelah adzan:
    “Adapun orang ini telah mendurhaki Abul Qosim ( Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)”.
    Begitu pula kalau shahabat menghukumi terhadap sesuatu bahwasanya itu termasuk ketaatan atau mengatakan sesuatu itu bukan maksiat atau ketaatan karena yang demikian tidak mungkin dikatakan shahabat melainkan mereka mengetahui nashnya dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  3. Perkataan mereka (shahabat) dari shahabat dengan dimarfukan haditsnya atau riwayatnya seperti perkataan Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata:
    “Obat itu ada dalam tiga: Minum madu, jarum bekam dan besi panas (dibakar) dan umatku dilarang dengan besi panas”
    Dan perkataan Sa’id bin al Musayyab dari Abu Hurairah :
    “Fitrah itu lima atau lima dari fitrah: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong rambut dan mencukur kumis”.
    Dan begitu pula perkataan mereka dari shahabat dengan cara penyampaian hadits atau menerima hadits atau menyandarkan kepadanya dan yang sepertinya karena semua ibarat ini termasuk hukum marfu’ sharih walaupun tidak secara langsung dalam penyandaran kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi ada dugaan itu dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mauquf ialah : Hadits yang disandarkan kepada shahabat tetapi tidak ditetapkan baginya hukum marfu’.
Seperti perkatan Umar bin khatthab:
Islam hancur karena tergelincirnya seorang yang alim, jidalnya orang munafik dengan Al-Quran dan hukum para imam-imam yang sesat.
Maqthu’ ialah: Perkataan yang disandarkan kepada tabi’in dan orang yang setelahnya (tabiut tabiin).
Seperti perkataan Ibnu Sirin:
Sesungguhnya ilmu ini (sanad) adalah agama, maka lihatlah darimana kamu mengambil dien (sanad) mu ini.
Dan perkataan Malik:
Tinggalkanlah amalan-amalan yang tidak nampak selama tidak baik untukmu agar engkau kerjakan secara nampak.

Pembagian Hadits Dilihat dari Sisi Kuat dan Lemahnya Hadits



Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi menjadi dua, yaitu:
  1. Maqbul : sebuah hadits yang mempunyai indikasi kuat kejujuran orang yang membawa khabar tesebut
  2. Mardud (tertolak) : sebuah hadits yang tidak jelas kejujuran orang yang membawa khabar tersebut.
    Secara garis besar hadits maqbul terbagi menjadi dua, yaitu shahih dan hasan, dan masing-masing kelompok ini terbagi lagi menjadi dua kelompok hadits, yaitu shahih lidzatihi dan shahih lighairihi serta hasan lidzatihi dan hasan lighairihi.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
Hadits Shahih : Hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan memiliki hafalan yang kuat dari rawi yang semisalnya sampai akhir sanadnya, serta tidak syadz dan tidak pula memiliki illat.
Sanadnya bersambung adalah: bahwa setiap perawi mengambil hadits secara langsung dari perawi yang berada diatasnya, kondisi seperti ini dari permulaan sanad sampai akhirnya.
Perawi yang adil adalah : bahwa semua perawinya mempuyai sifat ‘al ‘adalah,’ tidak fasik dan tidak mempunyai karakter yang tidak beretika.
Al ‘adalah adalah: Potensi (baik) yang dapat membawa pemilik-nya kepada takwa, dan (menyebabkannya mampu) menghindari hal-hal tercela dan se-gala hal yang dapat merusak nama baik dalam pandangan orang banyak. Predikat ini dapat diraih seseorang dengan syarat-syarat: Islam, baligh, berakal sehat, takwa, dan meninggalkan hal-hal yang merusak nama baik.
Memiliki hafalan yang kuat adalah; bahwa setiap perawi mempunyai hafalan yang kuat, baik hafalan yang ada di dalam dada maupun hafalan yang menggunakan bantuan buku.
Tidak syadz artinya : bahwasanya hadits tersebut tidak syadz (nyeleneh/menyelisihi yang lebih kuat).
Tidak memiliki ‘illat artinya : hadits tersebut tidak cacat. Dan ‘Illat adalah Sebab yang samar yang terdapat di dalam hadits yang dapat merusak keshahihannya.
Shahih Lidzatihi : hadits yang shahih berdasarkan persyaratan shahih yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal.
Shahih Lighairihi : hadits yang hakikatnya adalah hasan, dan karena didukung oleh hadits hasan yang lain, maka dia menjadi Shahih Lighairihi.
Ash-Shahihain : Dua kitab shahih yaitu: Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Asy-Syaikhain : Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
Hadits Hasan : Hadits yang sanadnya bersambung, yang diri-wayatkan oleh rawi yang adil dan memiliki hafalan yang sedang-sedang saja (khafif adh-Dhabt) dari rawi yang semisalnya sampai akhir sanadnya, serta tidak syadz dan tidak pula me-miliki illat.
Hasan Lidzatihi : hadits yang hasan berdasarkan persyaratan hasan yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal.
Hasan Lighairihi : hadits yang hakikatnya adalah dla’if, dan karena didukung oleh hadits dla’if yang lain, maka dia menjadi hasan Lighairihi.
Sedangkan hadits yang tertolak adalah hadits yang tidak jelas kejujuran orang yang membawa khabar tersebut. Itu bisa terjadi karena ketiadaan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat sebuah hadits. Sebab-sebab tertolaknya hadits itu ada banyak, tetapi secara garis besar bisa di klasifikasikan menjadi dua, yaitu :
  1. Gugur dari sanad
  2. Terindikasi cacat atau tertuduh pada seorang perawi.
Secara keumumam semua itu disebut dengan hadits dla’if.
Hadits Dha’if : Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits maqbul (yang diterima dan dapat dijadikan hujjah), dengan hilangnya salah satu syarat-syaratnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal mengamalkan hadits dla’if. Adapun pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama adalah bahwasanya dianjurkan mengamalkannya dalam hal fadlailul a’mal, akan tetapi harus memenuhi tiga syarat sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Hajar :
  1. Dla’ifnya tidak parah
  2. Menginduk di bawah ushul yang dapat dijadikan sebagai landasan amal
  3. Ketika mengamalkannya tidak meyakini keotentikan hadits tersebut.

Definisi Ilmu Hadits




Hadits menurut Bahasa artinya baru. Hadits juga -secara bahasa- berarti "sesuatu yang dibicarakan dan dinukil", juga "sesuatu yang sedikit dan banyak". Bentuk jamaknya adalah ahadits. Adapun firman Allah Ta'ala,
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَىٰ آثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُواْ بِهَـٰذَا ٱلْحَدِيثِ أَسَفاً
"Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada hadits ini" (Al-Kahfi: 6). Maksud hadits dalam ayat ini adalah Al-Quran.

Juga firman Allah,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
"Dan adapun nikmat Tuhanmu, maka sampaikanlah." (Adh-Dhuha: 11). Maksudnya: sampaikan risalahmu, wahai Muhammad. (.Lisanul Arab, Ibnu Manzur.)



Hadits
menurut istilah ahli hadits adalah: Apa yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, sebelum kenabian atau sesudahnya.
Al Khabar ialah Pengertiannya sama dengan Al Hadits, dengan demikian ia didefinisikan sama seperti al Hadits. ada juga yang berpendapat Al Khabar sebagai berikut : Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang selainnya. Dengan demikian pengertiannya lebih umum dan luas.
Al Atsar, ialah Suatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat). Terkadang Al Atsar dimaksudkan dengan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits) apabila dalam satu kalimat ia disertakan kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti perkataan : Dan dalam Atsar dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits Nabi).
Hadits Qudsi ialah: Hadits yang diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah Subhaanahu wa Ta’ala). Hadits Qudsi dinamakan juga Hadits Rabbani dan Hadits Ilaahi. Kedudukan Hadits Qudsi diantara Al Qur’an dan Hadits Nabawi, tidaklah sama karena Al Qur’an disandarkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz dan maknanya. Sedangkan Hadits Nabawi disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik lafadz dan ma’nanya dan Al Hadits Al Qudsi disandarkan kepada Allah Ta’ala secara ma’na tidak secara lafadznya dan karena itu tidak bernilai ibadah didalam membaca lafadznya dan tidak boleh dibaca didalam sholat, dan tidak dinukil secara mutawattir (keseluruhannya) sebagaimana penukilan Al Qur’an, akan tetapi sebagiannya ada yang shahih, dhaif, dan maudhu.


Mushthalahul Hadits
adalah : ilmu tentang dasar dan kaidah untuk mengetahui keadaan seorang perawi dan yang diriwayatkannya dari segi diterima dan ditolaknya.

Objeknya adalah sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Faidahnya membedakan antara hadits-hadits yang shahih dengan hadits-hadits yang sakit (cacat).

Sanad adalah : suatu jalan yang menyampaikan kepada matan atau suatu perantara yang menyampaikan kepada rawi Hadist.
Matan adalah : Suatu yang akan menyampaikan kepada sanad dari ucapan atau disebut juga redaksi hadist atau isi hadist
Al-Musnad : secara bahasa berarti yang disandarkan kepadanya. Sedangkan Al-Musnad menurut istilah ilmu hadits mempunyai beberapa arti :
  • Setiap buku yang berisi kumpulan riwayat setiap shahabat secara tersendiri.
  • Hadits yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir.
  • Yang dimaksud dengan Al-Musnad adalah sanad, maka dengan makna ini menjadi mashdar yang diawali dengan huruf mim (mashdar miimi).
Al-Musnid : orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik dia mempunyai pengetahuan terhadap hadits atau hanya sekedar meriwayatkan saja.
Al-Muhaddits adalah orang yang berkecimpung dengan ilmu hadits baik secara periwayatan maupun dirayah, menelaah berbagai riwayat serta keadaan para perawinya.
Al-Hafidh Menurut kebanyakan ahli hadits sepadan dengan Al-Muhaddits. Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Hafidh derajatnya lebih tinggi dari Al-Muhaddits karena yang dia ketahui pada setiap thabaqah (tingkatan/kedudukan) lebih banyak daripada yang tidak dia ketahui.
Al Hujjah : Orang yang hapal tiga ratus ribu hadist beserta sanadnya.
Al-Hakim menurut sebagian ulama adalah orang yang menguasai semua hadits kecuali sebagian kecil yang tidak dia ketahui.
Ashhab As-Sunan : Para ulama penyusun kitab-kitab “Sunan” yaitu: Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, dan Ibnu Majah.